Surat dalam AlquranSurah dari segi bahasa jamaknya adalah
Surat dalam Alquran
Surah dari segi bahasa jamaknya adalah suwar yang berarti kedudukan/tempat yang tinggi, sesuai kedudukan al-Quran karena ia diturunkan dari tempat yang tinggi yaitu Lauhul Mahfuz dari sisi Tuhan yang Mahatinggi pula yatu Allah swt. [1]
Sedangkan menurut istilah adalah
والسورة هي الجملة من ايات القرأن ذات المطلع والمقطع
“surat adalah sejumlah beberapa ayat yang memiliki permulaan dan penghabisan”.
Dari defenisi ini dapat diambil kesimpuan bahwa tidak ada satu surat yang memiliki satu ayat. Minimal itu 3 ayat, seperti surat Al-Kautsar.
Macam-macam surah dilihat dari segi panjang-pendeknya, ada 4 macam jenis surat, yaitu:
- Surat At-Thiwal (الطوال ) , yaitu surat yang jumlah ayatnya lebih dari 100-200-an. Ada 7 surat dalam pembagian ini, oleh karena itu disebut Assab’u Thiwal
– Al-Baqarah 286 ayat
– Ali Imran 200 ayat
– An-Nisa 176 ayat
– Al-Maidah 120 ayat
– Al-An’am 165 ayat
– Al-A’raf 206
– Al-Anfal ( 75 ayat) disambung surat Al-Taubah (129 ayat) karena surah tersebut tidak ada pemisah dengan basmalah, sebagian pendapat mengatakan surat Yunus (108 ayat).
- Surat Al-Mi’un (المئون)
Yaitu surat yang jumlah ayatnya seratus atau lebih
- Surah Al-Matsani(المثاني)
Surat yang ayatnya kurang dari 100
- Surah mufassahl(المفصل)
Yaitu surat yang panjang ayatnya mendekati surat matsani. Ini disebut juga dengan surat pendek.
Jenis ini juga dibagi lagi menjadi 3 bagian:
- At-Thiwal
- Al-awshath
- Al-qishar
Dari segi masa turunnya, ada dua pembagian surah yaitu:
- Madaniyah
- Makkiyah
Surah-surah yang tergolong Makkiyah sebanyak 82 surah dari 114 surah dalam Alquran, surah madaniyyah sebanyak 20 surah, sedangkan sisanya sebanyak 12 surah diperselisihkan di kalangan pura ulama ada yang mengatakan Makiyah dan ada pula yang berpendapat Madaniyah. Untuk mengetahui secara mendetail tentang posisi surah, baik dari segi turunnya maupun dari segi urutan dalam mushaf, Berikut ini akan dipaparkan secara terjadwal uruan turunnya surah dalam Alquran:
Nomor Urut Mushaf |
Nomor Urut Turun |
Nama-Nama Surat |
Makiyah/ Madaniyah |
Jumlah Ayat |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 |
05 87 87 89 112 55 39 88 113 51 52 53 96 72 54 70 50 69 44 45 73 103 74 102 42 47 48 49 85 84 57 75 90 58 43 41 56 38 59 60 61 62 63 64 65 66 95 111 106 34 67 76 23 37 97 47 94 105 101 91 109 110 104 108 99 107 77 2 78 79 71 40 3 4 31 98 33 80 81 24 7 82 86 83 27 36 8 68 10 35 26 9 11 12 28 1 25 100 93 14 30 16 13 32 9 29 17 15 18 114 6 22 20 21 |
Al-Fatihah Al-Baqarah Ali Imran An Nisa Al Maidah Al An’am Al A’raf Al Anfal At Taubah Yunus Hud Yusuf Ar Ra’d Ibrahim Al Hijr An Nahl Al Isra Al Kahfi Maryam Thaha Al Anbiya Al Hajj Al Mukminun An Nur Al Furqon Asy Syu’ara An Naml Al Qashas Al Ankabut Ar Rum Luqman As Sajdah Al Ahzab Saba Father Yasin Ash Shafat Shad Az Zumar Al Mu’min/ Ghafir Fushilat/ Hamim As Sajdah As Syura Az Zukhruf Ad Dukhan Al Jatsiyah Al Ahqaf Muhammad/Al Qital Al Fath Al Hujurat Qaf Adz Dzariyat Ath Thur An Najm Al Qamar Ar Rahman Al Waqi’ah Al Hadid Al Mujadalah Al Hasyr Al Mumtahinah Ash Shaf Al Jumu’ah Al Munafiqun At Taghabun At Thalaq At Tahrim Al Mulk Nun/ Al Qalam Al Haqqah Al Ma’arij Nuh Al Jinn Al Muzammil Al Muddatsir Al Qiyamah Ad Dahr/ Al Insan Al Mursalat An Naba An Nazi’at ‘Abasa At Takwir Al Infithar At-Tathfif/Al Muthaffifin Al Insyiqaq Al Buruj Ath Thariq Al A’la Al ghasiyah Al Fajr Al Balad Asy Syamsu Al Lail Adh Dhuha Al Insyirah At Tin Al ‘Alaq Al Qadar Al Bayyinah Al Zilzal Al ‘Adiyat Al Qari’ah At Takatsur Al Ashr Al Humazah Al fil Al Quraisy Al Ma’un Al KAutsar Al KAfiruun An NAshr Al Lahab/ Tabbat Al Ikhlas Al Falaq An Nas |
Diperselisihkan Madaniyah Madaniyah Madaniyah Madaniyah Makiyah Makiyah Madaniyah Madaniyah Makiyah Makiyah Makiyah Diperselisihkan Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Madaniyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Madaniyah Madaniyah Madaniyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Diperselisihkan Makiyah Madaniyah Madaniyah Madaniyah Makiyah Diperselisihkan Madaniyah Madaniyah Diperselisihkan Madaniyah Madaniyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Madaniyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Diperselisihkan Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Diperselisihkan Diperselisihkan Diperselisihkan Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Makiyah Madaniyah Makiyah Diperselisihkan Diperselisihkan Diperselisihkan |
07 286 200 176 120 165 206 75 129 109 123 111 43 52 99 128 111 110 98 135 112 78 118 64 77 227 93 88 69 60 34 30 73 54 45 83 182 88 75 85 54 53 89 59 37 35 38 29 18 45 60 49 62 55 78 96 29 22 24 13 14 11 11 18 12 12 30 52 52 44 28 28 20 56 40 31 50 40 46 42 29 19 36 36 22 17 19 26 30 20 15 21 11 8 8 19 5 8 8 11 11 8 3 9 5 4 7 3 6 3 5 4 6 6 |
Dari daftar di atas dapat disimpulkan bahwa nomor urutan surah yang terdapat pada Al-Quran tidak disesuaikan dengan urutan turunnya, melainkan bersifat tauqifi, yakni disesuaikan dengan urutan bacaan/ tadarus yang diperintahkan Rasulullah saw.
Jumlah surah
Jumlah surah dalam Alquran mayoritas ulama mengatakan 114 surah, namun sebagian ulama mengatakan bahwa jumlahnya 113 saja karena tidak adanya pemisah basmala pada surat At-Taubah sehingga surat Attaubah dihitung sebagai bagian dari sebelumnya yaitu surat Al-Anfal. Golongan Syiah menghitung sebanyak 116 surat karena mereka memasukkan dua doa qunut yang dinamai Surah Al-Khal dan Al-Hafd. Abdul Mujib Khon mengutip pendapat dari Al Baqilani dalam kitabnya I’jaz Al-Quran, menyebutkan bahwa dua doa qunut itu memang ditulis oleh Ubay di kulit Mushaf Alquran, sehingga timbullah dugaan mereka bahwa dua doa itu terrmasuk surat Alquran, padahal uslubnya saja berbeda dengan Al-Quran.
Ayat dalam Al-Qur’an.
Ayat secara istilah adalah tanda/ bukti. Ini sesuai dengan QS Al Mukminun :50
Sedangkan menurut istilah adalah
ولأية هي الجملة من كلام الله المندرجة في سورة من القرأن
“Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang masuk ke dalam Surah Alquran.
Jumlah Ayat
Sejumlah ulama berbeda pendapat dalam jumlah ayat Alquran. Menurut Ibnu Abbas sebanyak 6.616 ayat,sedangkan keterangan yang mahsyur berjumlah 6.666. jumlah inilah yang paling mudah diingat oleh umat muslim. Para ulama sepakat angka depan dari jumlah ayat itu adalah 6000, tapi mereka berbeda pendapat mengenai angka berikutnya. Hal ini disebabkan oleh:
- Karena Nabi pada suatu ketika mewaqafkan akhir suatu ayat. Ketika sudah dimaklumi oleh para sahabat banyak, di lain waktu belaiu mewashalkannya. Oleh sebagian pendengar menduga bukan akhir ayat.
- Para ulama berbeda dalam menghitung Fawatih Assuwar yang terdiri dari huruf hijaiyah. Sebagian ulama ada yang menghitungnya sebagai ayat, sebagian lagi tidak. Seperti المص, يس, كهيعص
Perbedaan penghitungan jumlah ayat tersebut hanya karena berbeda dalam menghitung sebagian ayat-ayat Alquran apakah waqaf Nabi pada saat membacanya dihitung satu ayat atau tidak.
Jumlah kata dan huruf dalam Alquran
Para ulama juga berbeda pendapat mengenai jumlah kata dalam Alquran. Di antara mereka ada yang menghitung sebanyak 77.934 kata, 77.437 kata dan 77.277kata. perbedaan hitungan ini karena adanya perbedaan cara penghitungan, ada yang memandang maknanya dari segi majaz, ada juga yang menghitungnya secara hakekat, ada yang menghitungnya dari segi tulisan, ada juga yang menghitung didasarkan pada suara dan ada pula yang menghitung keduanya.
Tentang jumlah huruf Alquran, juga terjadi perbedaan. Menurut Ibnu Abbas, segala huruf yang terkandung dalam Alquran sebanyak 323.617, ada juga yang menghitung 325.345, 321.267 dan 1.025.000. hitungan terkahir inilah yang mudah dihapal.
Perbedaan ini disebabkan karena huruf bertasydid ada yang menghitung dua, dan ada juga yang menghitungnya satu huruf. Sebab lain adalah, pada huruf yang dibaca panjang, ada yang menghitungnya satu huruf, ada yang menghitungnya dua huruf.
Al-Qur’an pada masa khalifah Usman
Sebagaimana telah dijelaskan pada zaman dahulu bahwa pengaruh Islam pada masa khalifah Umar sudah sangat luas. Dan usaha ini dilanjutkan oleh khalifah Usman bin Affan. Pada zaman Usman ini, perluasan wilayah sudah sampai ke Tripoli (Afrika Utara), Armenia dan Azerbaijan (dekat Laut Kaspia), serta di daerah Afghanistan seperti Heart, Qabul dan Ghazni.[2]
umat Islam yang tersebar luas ini mendapatkan pelajaran dan menerima bacaan Alquran dari masing-masing sahabat yang ditugaskan di daerah masing-masing. Versi qiraat dan yang dimiliki dan diajarkan sahabat ahli qiraat ini berbeda-beda sehingga berdampak negative pada kaum muslimin karena mereka semua membanggakan versi qiraat masing-masing.
Orang yang mula-mula mengetahui adanya gejala perpecahan ini adalah seeorang sahabat yang berama Hudzaifah bi Yaman. Ketika dalam perjalanan, beliau pernah mendengar pertikaian ini dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya “Bcaan saya lebih baik baik dari bacaanmu”.
Beliau langsung melapor kejadian ini kepada Khalifah Usman dan mengusulkan agar khalifah menyeragamkan bacaan mereka dengan cara menulis kembali Alquran. Khalifah menyetujui usulan ini dan mengundang para sahabat untuk menyelesaikan maslaah tersebut. Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar ditulis kembali menjadi beberapa mushaf yang nantinya akan dikirim ke beberapa kota untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin.[3]
Adapun langkah yang beliau ambil adalah:
- Meminjam naskah yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah abu Bakar yang disimpan oleh HAfsah binti Umar guna disalin kembali.
- Membentuk panitia penulis Alquran yang terdiri dari:
- Zaid bin Tsabit sebagai Ketua
- Abdullah bin Zubair
- Sa”id bin Ash
- Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.
Tim ini bertugas untuk menyalin dan menuliskan kembali ayat-ayat Alquran dari lembaran-lembaran naskah Abu Bakar agar menjadi mushaf-mushaf yang lebih sempurna. Di dalam pelaksanaan tugasnya, khalifah Usman bin Affan memberikan garisan-garisan kepada panitia terseebut, yaitu:
- Dalam menyalin, panitia juga harus berpedoman pada hafalan para saahabat
- Jika terdapat perbedaan antara mereka tentang bacaan dalam ayat Alquran, maka tulislah dalam ejaan suku Quraisy
- Dalam menyusun tertib urut surat, hendaklah diatur sebaik-baiknya menurut cara tertentu, berdasarkan ijtihad mereka.
Tim penulis ini berrhasil menyalin mushaf ini dalam beberapa jumlah untuk dikirim ke beberapa daerah Islam dan dijadikan standar bagi seluruh umat Islam. Sebagian pendapat menyatakan bahwa alquran itu dikirim ke Mekah, Damaskus, Kuffah, Basrah dan MAdinah. Kemudian menginstruksikan bahwa selain Mushaf Usman itu agar segera dibakar. Umat Islam menyambut baik dan mematuhi instruksi ini. Setelah selesai menyalin, naskah Abu Bakar yang tadinya diambil dari Hafsah binti Umar dikembalikan lagi.[4]
Perbedaan penghimpunan dan pengkodifikasian Alquran antara mas Khalifah Abu Bakar dan masa Khalifah Utsman bin Affan:
- Latar belakang
Pada msaa Abu Bakar, penghimpunan Alquran diebabkan perginya para pengahapal Alquran, sedangkan masa Utsman bin Affan disebabkan oleh banyaknya bacaan Alquran yang berbeda.
- Teknik penghimpunan dan pembukuan.
Pada masa Abu Bakar dihimpun dari dokumentasi yang tercecer, dan penulisannya mengandung 7 dialek, sdangkan masa Utsman, penulisan disatukan dalam bentuk huruf, yakni bahasa Quraisy.
FAWATIH SUWAR (اتح السّوارفو(
- PENGERTIAN FAWATIH SUWAR (اتح السّوارفو(
Dari segi bahasa Fawatih Suwar ( (فواتح السّوار berasal dari dua kata, yaitu فتح yang berarti membuka dan سورة seperti yang telah dijelaskan di atas adalah surat. Fawatih merupakan bentuk jamak dari isim fail “faatih” yang berarti pembuka. Sedangkan suwar adalah bentuk jamak dari kata surah yang berarti surat. Jadi, dari segi bahasa fawatih suwar berarti pembuka-pembuka surat. Huruf ini juga sering disebut ahraf muqaththa’ah (huruf-huruf potong atau terpisah), karena posisi dari huruf tersebut cenderung “menyendiri” dan tidak tergabung membentuk satu kalimat secara kebahasaan.[5]
Diantara ciri-ciri surat makkiyah ialah banyak surat-suratnya dimulai dengan huruf muqaththaah (huruf potong) dalam kelompok fawatih al suwar (pembuka-pembuka surat).
Berikut ini adalah daftar surah yang terdapat huruf muqaththa’ah ataupun fawatih suwar:
No |
Nama surat |
Surat ke |
Huruf muqaththa’ah |
Jumlah huruf muqaththaah |
Klasifikasi ayat |
sebagai |
1 |
Al-baqarah |
2 |
Alif lam mim |
3 |
Madaniyah |
Ayat |
2 |
Ali imran |
3 |
Alif lam mim |
3 |
Madaniyah |
Ayat |
3 |
Al-A’raf |
7 |
Alif lam mim shad |
4 |
Makkiyah |
Ayat |
4 |
Maryam |
19 |
Kaf ya ‘ain Shad |
4 |
Makkiyah |
Ayat |
5 |
Thaha |
20 |
Tha ha |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
6 |
Asy Syu’ara |
26 |
Tha sin mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
7 |
Al-Qashash |
28 |
Tha sin mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
8 |
Al-Ankabut |
29 |
Alif lam mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
9 |
Ar-Rum |
30 |
Alif lam mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
10 |
Luqman |
31 |
Alif lam mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
11 |
As-Sajdah |
32 |
Alif lam mim |
3 |
Makkiyah |
Ayat |
12 |
Yasin |
36 |
Ya sin |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
13 |
Al-Mukmin |
40 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
14 |
Hamim Sajdah |
41 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
15 |
Asy-Syura |
42 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
16 |
Az-Zukhruf |
43 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
17 |
Ad-Dukhan |
44 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
18 |
Al-Jatsiyah |
45 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
19 |
Al-Ahqaf |
46 |
Ha mim |
2 |
Makkiyah |
Ayat |
20 |
Yunus |
10 |
Alif lam mim ra |
4 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
21 |
Hud |
11 |
Alif lam ra |
3 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
22 |
Yusuf |
12 |
Alif lam ra |
3 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
23 |
Ar-Ra’du |
13 |
Alif lam mim ra |
4 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
24 |
Ibrahim |
14 |
Alif lam ra |
3 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
25 |
Al-Hijr |
15 |
Alif lam ra |
3 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
26 |
An-Naml |
27 |
Tha Sin |
3 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
27 |
Shad |
38 |
Shad |
1 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
28 |
Qaf |
50 |
Qaf |
1 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
29 |
Nun |
68 |
Nun |
1 |
Makkiyah |
Bagian dari ayat |
Bila dilihat tabel di atas, kita dapat melihat bahwa huruf muqaththa’ah yang membuka surat ada yang terdiri dari satu, dua, tiga, dan empat huruf.
Dan dapat pula kita lihat dari tabel di atas kita juga dapat mengetahui bahwa huruf-huruf muqaththaah yang terdapat di awal surat ada yang dihitung sebagai satu ayat dan ada juga yang tidak menghitungnya sebagai satu ayat. Hal ini adalah berdasarkan ulama Kufah. Penetapan ini adalah berdasarkan tauqify dari nabi saw. karena qiyas dan ra’yu tidak memiliki ruang terhadapnya. Ia semata-mata merupakan pengajaran dan bimbingan. Dalilnya adalah bahwa ulama menghitung المص sebagai satu ayat, dan tidak menghitung padanannya , yakni المر sebagai satu ayat. Seandainya dasarnya adalah qiyas, tentu dua hal yang sepadan akan dianggap sama, tidak dibedakan seperti itu.[6]
Menurut Ahmad Syarbashi : “huruf-huruf muqhaththaah diletakkan di permulaan surat untuk menarik perhatian pendengaran, ia memiliki sifat-sifat khusus dalam bacaan dan bagi yang mendengarkannya. Dengan demikian pendengar akan memperhatikan kalimat yang setelahnya. Huruf-huruf tersebut menunjukkan kehebatan al-Qur’an. Ketika Rasulullah membacakan huruf-hurf itu, mereka (orang-orang musyrik) heran dan takjub sehingga mau membuka telinga untuk mendengarkan al-Qur’an dan menjadikannya hujjah.[7]
- KEDUDUKAN FAWATIH SUWAR (اتح السّوار فو)
Al-Quran banyak memiliki keistimewaan dari segi makna dan kebahasaan. Fawatih suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius yang terdapat dalam Al-Quran. Pemaparan tentang Fawatih Suwar khususnya huruf-huruf muqaththa’ah, tidak banyak bahkan hampir tidak ada yang berhasil mengungkapkan latar belakang atau pun keterangan yang valid secara historis bisa membuktikan hubungan-hubungan fawatih suwar.
Menurut As Suyuthi, pembuka-pembuka surat (awail al suwar) atau huruf-huruf potong ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat. Sebagai ayat mutasyabihat para ulama berbeda pendapat dalam memahami dan menafsirkannya. Pendapat tersebut terbagi dua, yaitu: pertama, ulama yang memahaminya hanya Allah saja yang mengetahuinya. Kedua,pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surat-surat, sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Menurut Ibnu Qutahibah : “bahwasanya Allah tidak menurunkan sedikitpun dari al-Qur’an melainkan agar hambaNya mengambil manfaat dan mengetahui makna yang dimaksud.
Berikut ini adalah pendapat ulama tentang fawatih suwar/huruf-huruf muqaththaah yang terdapat pada awal surat:
- Diantara ulama berpendapat bahwa huruf-huruf pembuka surat itu merupakan nama bagi surat-surat. Surat-surat yang dibuka dengan huruf itu akan lebih mudah diketahui, karena huruf tersebut bisa menjadi petunjuk dari macam ragam surat yang ada. Apabila seseorang membaca “Alif lam Mim” maka ia menjadi petunjuk kepada apa yang dibaca.
- Menurut Ibnu Abi Asba’, berpendapat bahwa pembuka-pembuka surat itu untuk menyempurnakan dan memperindah bentuk-bentuk penyampaian, dengan sarana pujian atau melalui huruf-huruf.
- Abu Mas’ud berpendapat, bahwa tiap-tiap awal surat merupakan ilmu yang disembunyikan dan rahasianya tertutup oleh kekuasaan Allah. Hal ini disebabkan keterbatasan pemahaman dan latar belakang pengetahuan mereka, sehingga untuk makna yang hakiki ayat tersebut dikembalikan kepada Allah. Al-Qutubi, ia mengatakan bahwa : “aku tidaklah melihat keberadaan huruf-huruf muqaththaah kecuali terdapat di awal surat. Sedangkan aku sendiri tidak menangkap maksud-maksud tertentu yang dikehendaki Allah swt.
- Sebagian ulama memandang sebagai tanbih (peringatan) kepada Rasul agar dalam waktu-waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengarkan ayat-ayat yang akanm disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandang sebagai peringatan kepada orang Arab agar mereka mendengarkannya dan hati mereka menjadi lunak kepadanya. Tampaknya pandangan yang pertama kurang tepat karena Rasul sebagai utusan Allah selalu merindukan wahyu tidak perlu diberi peringatan. Sedangkan pandangan yang kedua adalah lebih kuat karena orang-orang Arab selalu bertingkah keras hati dan enggan mendengarkan kebenaran yang perlu diberi peringatan agar perhatian mereka tertuju kepada ayat-ayat yang disampaikan.
- Mujahid, seorang tabi’in berpendapat: “ permulaan surat dengan huruf-huruf potong itu dimaksudkan sebagai peringatan atau menyadarkan si pembaca akan pentingnya makna pada ayat berikutnya. Kebiasaan demikian pada syair yang dibuat orang Arab pada masa itu adalah dengan memakai huruf tanbih (peringatan untuk menarik orang) seperti “ala” atau “ama” yang berarti “ingatlah”. Al-Quran memunculkan sesuatu yang baru yang tidak dikenal oleh manusia sebelumnya untuk menunjukkan keistimewaan al-Quran itu bagi si pendengar.[8]
Perbedaan pendapat di atas menunjukkan bahwa tidak adanya kepastian akan tetapnya makna yang hakiki tentang maksud Allah meletakkan huruf-huruf muqaththa’ah di awal surat tersebut. Wallahu a’lam bis shawwab.
Keseluruhan huruf muqaththaah yang menjadi pembuka surat tersebut tanpa diulang berjumlah empat belas huruf atau setengah dari keseluruhan huruf hijaiyah. Karena itu para mufassir berpendapat bahwa huruf-huruf yang mengawali surat-surat itu disebut dalam al-Quran untuk menunjukkan bahwa kitab suci tersebut tersusun dari huruf-huruf tahajji yang diketahui secara umum. Hal ini dimaksud agar orang-orang Arab mengerti dengan jelas bahwa al-Quran itu diturunkan dengan huruf-huruf yang mereka kenal. Ini menunjukkan kepada bangsa Arab akan kelemahan mereka membuat semisal Al-Quran.[9]
Firman Allah Swt. dalam QS.Al-Baqarah ayat 24 :
bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? `s9ur (#qè=yèøÿs? (#qà)¨?$$sù u$¨Z9$# ÓÉL©9$# $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÅsø9$#ur ( ôN£Ïãé& tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 ÇËÍÈ
24. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.
Hal ini menunjukkan kelemahan mereka di hadapan al-Quran dan membuat mereka tertarik untuk mempelajarinya.
- Aspek-aspek yang berkaitan dengan fawatih suwar
- Aspek kemukjizatan
Kata mukjzat terambil dari kata bahasa Arab “ajaza” yang berarti “melemahkan atau menjadi tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) disebut mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, maka ia dinamai “mu’jizat”. Tambahan ta marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah.[10]
Yang dimaksud dengan i’jaz (kemukjizatan) dalam pembicaraan ini adalah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Jadi mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.[11]
Al-Quran adalah mukjizat dalam semua seginya, dalm semua keadaannya.
Huruf-huruf muqaththaah yang terdapat di awal surat juga termasuk salah satu dari kemukjizatan al-Quran. Disebutkan huruf-huruf itudi awal-awal surat sebagai bukti kemukjizatan al-Quran di mana manusia dan jin tidak mampu membuat yang semisal dengannya, padahal al-Quran itu tersusun dari huruf-huruf yang terputus-putus itu biasa mereka pakai dalam percakapan.[12]
- Aspek bacaan lafadznya
Masing-masing fawatih suwar itu, baik yang terdiri dari satu atau lebih bukanlah merupakan kata-kata yang terdapat dalam perbendaharaan kata-kata bahasa Arab. Sebab itu ketika mereka mendengar Fawatih Suwar itu dibacakan oleh rasulullah untuk pertama kali, mereka heran dan tidak mengerti apa maksudnya. Oleh karena itu, ia tidak merupakan kata-kata, maka huruf-huruf tersebut walaupun dirangkaikan satu sama lainnya, maka ia tidak dibaca menurut harakatnya, namun ia dibaca menurut huruf itu masing-masing.
Jadi huruf-huruf muqaththaah yang mengawali beberapa surat dalam al-Quran, harus dilafalkan huruf demi huruf, yakni dibaca satu huruf demi satu huruf.[13]
[2] Em Dasril, Sejarah Alquran, Padang:IAIN IB Press, 2001), h. 76
[3] Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulumul Alquran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 30
[4] Abdul Majid Khon, Praktikum Qiraat,(Jakarta: Amzah, 2007), h. 27
[5] Hasymi,Munasabah Fawatih Al-Suwar Dengan Ayat-Ayat Yang Mengiringinya Dalam Al-Qur’an,(Padang:Hayfa Press,2011), hal.59
[6] Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani,Manahil Al-Urfan Fi Ulum al-Qur’an(Ciputat:Gaya Media Pratama,2001),hal.358-359
[7] Ibid,hal.62
[8] Hasymi,Munasabah Fawatih Al-Suwar Dengan Ayat-Ayat Yang Mengiringinya Dalam Al-Qur’an,(Padang:Hayfa Press,2011), hal.69-75
[9] Subhi as-Shalih,Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran,(Beirut:Pustaka Firdaus,1985) hal.304
[10] Hasymi,Op.cit. hal.75
[11] Manna Khalil al-Qaththan,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,(Jakarta:Litera Antarnusa,1973),hal. 371
[12] Hasymi,Op.cit. hal.77
[13] Ibid,hal.79
BAB IPENDAHULUANUmat islam agar selalu dapat berpacu dan
BAB I
PENDAHULUAN
Umat islam agar selalu dapat berpacu dan mengembangkan diri harus selalu melakukan inovasi serta berkreativitas supaya dapat mencapai keutuhan dan kesempurnaan hidup. Hal ini nampaknya sudah menjadi perhatian khalifah atau penguasa pada masa-masa jayanya Islam yang terletak pada masa Daulah Abbasiyah, segenap kemampuan dan perhatian dicurahkan untuk membangun sebuah peradaban, dengan dijadikannya Baghdad sebagai pusat ibu kota pemerintahan di dalamnya berdiri istana dan bangunan yang megah dengan seni bangunan Arab Persia masa itu. Pada masa itu Islam mencapai puncak kejayaannya. Banyaknya bangunan-bangunan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan intelektual melalui perpustakaan seperti Baitul Hikmah. Kejayaannya juga dirasakan oleh masyarakat yang telah bersentuhan dengan dunia luar termasuk juga di barat.
Namun, pasang surut sebuah dianasti, sebagaimana disebut Ibnu Khaldun, merupakan bagian dari siklus sejarah yang bersifat faktual. Sebagai sebuah pemerintahan atau kekuasaan Islam yang pernah jaya, juga tidak terlepas dari kemunduran atau keruntuhan. Kemunduran atau keruntuhan ini berpengaruh besar terhadap peradaban Islam, begitu juga dengan bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. KEHANCURAN BAGHDAD (1258 M)
Masa Daulah Abbasiyah dikenal sebagai masa keemasan. Karena pada masa ini Islam mencapai puncak kejayaannya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan berbagai kemajuan di bidang lain sehingga Daulah Abbasiyah pada waktu itu merupakan pusat perhatian dunia dan jasa-jasa Daulah Abbasiyah masih dapat dirasakan sampai sekarang. Banyak para ilmuan Islam yang dilahirkan pada masa ini seperti Ibnu Sina yang terkenal dengan kitabnya Al-Qanun Fi Ath-Thib, Jabir bin Hayyan dan masih banyak lagi ilmuan Islam yang berpengaruh besar dalam bidang ilmu pengetahuan.
Namun, sebagai sebuah kerajaan pasti mengalami pasang surut, bahkan mengakibatkan kehancuran kerajaan tersebut. Kehancuran sebuah kerajaan akan sangat berpengaruh terhadap segala aspek dalam negara tersebut, tidak luput pula dalam hal pendidikan.
- B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
- 1. Faktor Internal
- a. Konflik Internal Keluarga Islam
- 1. Faktor Internal
Perpecahan, perebutan kekuasaan dan pengaruh dalam keluarga Abbasiyah sendiri. Walaupun hal tersebut terjadi di dalam lingkungan keluarga sendiri, namun mempunyai pengaruh yang dalam dan luas, termasuk pengaruhnya terhadap pendidikan Islam.[1]
Perebutan kekuasaan di kalangan anak-anak khalifah sering membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka sendiri, bahkan menjurus kepada persaingan antarbangsa. Ketika Harun al-Rasyid wafat, sebetulnya sudah pernah ada konflik antara anaknya yaitu Al-Amin yang didukung oleh orang Arab dan Al-Makmun yang didukung oleh orang Parsi, yang menjurus pada perang saudara, akan tetapi konflik itu bisa diatasi dan Al-Makmun mampu membawa kemajuan bagi Islam, akan tetapi konflik keluarga yang terjadi antara anak khalifah pada masa bani Buwaih membawa kehancuran dan kemunduran mereka.[2]
Kehadiran Bani Buwaih berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaih, pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan, dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki. Karena prestasi mereka, Mardawij ibnu Zayyar ad-Dailamy (panglima) mengangkat Ali menjadi gubernur Al-Karaj, dan dua saudaranya diberi kedudukan penting lainnya.[3] Dari sinilah mulai adanya gerakan yang melahirkan pemerintahan bani Buwaih yang beribukota di Syiraz, Persia.[4]
Karena perebutan kekuasaan tersebut, khalifah yang diangkatpun pada waktu itu adalah orang yang lemah yaitu khalifah setelah al-Mutawakkil menjabat, karena kelemahan khalifah, posisi kemudian direbut oleh Bani Buwaih.[5]
- b. Kemerosotan Ekonomi
Gaya hidup khalifah yang berlebih-lebihan yang diikuti oleh para pengawal-pengawalnya banyak menghabiskan uang di Baitul Mal.[6] Pengeluaran makin beragam ditambah lagi banyak para pejabat yang melakukan korupsi.[7] Hal ini diperparah dengan menurunnya pendapatan negara disebabkan semakin sempitnya wilayah kekuasaan karena diperingannya pajak, banyaknya dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak membayar upeti.[8]
- c. Kelemahan Sebagian Dari Para Khalifah
Pada dasarnya suatu pemerintahan jika dipimpin oleh kepala pemerintahan yang kuat maka pemerintahan tersebut akan kuat, sebaliknya jika kepala pemerintahan itu lemah maka pemerintahan akan lemah pula sehingga mengakibatkan kemunduran dari pemerintahan itu sendiri. Kelemahan-kelemahan khalifah merupakan salah satu sebab dari mundurnya Daulah Abbasiyah.
Pada masa khalifah al-Mu’tashim banyak direkrut jajaran militer dari budak-budak Turki. Dan terkadang golongan elit dari mereka diangkat menjadi gubernur di beberapa wilayah dinasti Abbasiyah. Hal ini menjadikan dominasi militer semakin kuat sehingga khalifah al-Mu’tasim memindahkan pusat pemerintahan dari Baghdad ke Sammara 80 mil sebelah Utara Kota baghdad.
Dalam perkembangan kemudian, pada masa al-Watsiq yaitu khalifah setelah al-Mu’tashim berkuasa, al-Watsiq menganugerahkan gelar sultan kepada Asyinas seorang panglima asal Turki, yang memadamkan pemberontakan Babik al-Khurani. Dengan mendapat gelar sultan membuat panglima Turki ini memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar. Di masa setelah al-Watsiq khalifah hanya sebagai simbol karena yang berkuasa adalah orang-orang Turki dan Persia. Setelah al-Watsiq meninggal ia digantikan oleh al-Mutawakkil atas persetujuan orang-orang Turki.[9]
Pada masa al-Mutawakkil gerakan militer Turki secara perlahan membangun kekuatan dalam daulah. Mereka secara perlahan mengendalikan jalannya administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah. [10]
Pada masa al-Mutawakkil, orang-orang Mu’tazilah disingkirkan.[11] Penerjemahan buku-buku yang berasal dari luar Islam dihentikan, dan dilarang mempelajari Filsafat karena dianggap dapat merusak akidah umat Islam.
Anaknya al-Muntashir melakukan konspirasi[12] jahat dengan pemimpin Turki, mereka membunuh Mutawakkil tahun 247 H/861 M. Setelah wafatnya, orang-orang Turki sudah menguasai jabatan-jabatan penting secara penuh, sedang khalifah hanya sebagai simbol yang boleh mereka ganti bahkan dibunuh.[13]
Begitulah seterusnya, khalifah hanya sebagai simbol bagi umat Islam.
- d. Luasnya Wilayah
Luasnya wilayah yang harus dikendalikan, merupakan suatu penyebab lambatnya penyampaian informasi dan komunikasi. Ini semua bukan tidak diatasi, tetapi suatu syarat untuk menyatukan suatu wilayah yang sangat luas, ialah harus ada suatu tingkat saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-penguasa dan ulama dan para pelaksana pemerintahan. Di dunia Islam abad ke X kepercayaan seperti ini sudah berkurang, dan syariat tidak pernah diterpakan dalam hubungan antara para menteri dan pejabat tinggi satu sama lain dan pada khalifah.[14]
- e. Fanatisme Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan dengan persoalan kebangsaan. Karena tidak semua cita-cita orang Persia tercapai, maka kekecewaan mendorong sebagian orang-orang Persia mempropagandakan gerakan Zindik.[15] Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya berlindung dalam ajaran Syiah, sehingga muncullah aliran syi’ah yang dipandang ekstrem yang dianggap menyimpang dalam pandangan syiah sendiri.
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas antarmuslim dan zindik atau ahlussunnah dengan syiah tetapi juga aliran-aliran dalam Islam, sehingga mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf.[16]
- 2. Faktor Eksternal
- a. Perang Salib
Perang Salib merupakan simbol perang agama yang timbul atas ketidaksenangan komunitas Kristen terhadap pengembangan Islam di Eropa. Orang-orang kristen Eropa terpanggil untuk berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Sehingga membakar semangat orang-orang Kristen yang berada dalam wilayah kekuasaan Islam.[17]
Walaupun perang Salib dimenangkan oleh Umat Islam tapi karena perang ini terjadi di daerah Islam maka umat Islam menderita kerugian besar.
- b. Serangan Tentara Mongol
Setelah perang Salib, tentara Mongol juga melakukan penyerangan ke wilyah kekuasaan Islam, gereja kristen berasosiasi dengan orang Mongol yang sangat anti Islam sehingga Mongol dapat memporak perandakan kota-kota yang menjadi pusat pendidikan Islam.[18]
Hadirnya tentara Mongol dibawah pimpinan Hulaghu Khan merupakan serangan yang secara langsung memhancurkan daulah bani Abbasiyah. Pusat-pusat ilmu pengetahuan, baik yang berupa perpusta-kaan maupun lembaga-lembaga pendidikan diporak-porandakan dan dibakar sampai punah tak berbekas. Dalam konteks seperti ini sudah barang tentu dunia pendidikan tidak mendapat ruang gerak yang memadai, segala aspek yang menunjang perkembangannya serba terbatas. Oleh karena itu, pada masa-masa seperti ini dunia Islam tidak dapat melahirkan pemikir-pemikir yang kritis. Kebebasan mimbar dan akademik yang menjadi roh atau jantung pengembanagan Islam satu per satu surut dan sirna.[19]
Serangan ini berlangsung selama 40 hari dimulai dari bulan Muharram sampai pertengahan Safar telah memakan korban sebanyak ± 2 juta jiwa. Khalifah sendiri terbunuh pada penyerangan tersebut bersama putra-putrinya.[20]
Serangan ini terjadi pada masa Khalifah al-Mu’tashim yaitu khalifah terakhir dari daulah bani Abbasiyah.
- C. KEHANCURAN CORDOVA
Setelah mencapai kejayaan / kemajuan dan kesuksesan kurang lebih selama delepan abad, Andalusia (Spanyol) menjadi kiblat ilmu pengetahuan. Keberadaan peradaban Andalusia (Spanyol) dengan Cordova sebagai pusat ibu kota negaranya yang begitu besar, tak mampu bertahan lebih lama. Jika Baghdad mengalami masa kemunduran dan kehancuran setelah mencapai puncak kejayaannya, maka Cordova di Andalusia mengalami hal yang sama.[21]
Akhir pada tahun 404 H/ 1013 M, Spanyolpun sudah terpecah, banyaknya sekali negara-negara kecil muncul yang berpusat di kota-kota tertentu, pada tahun 404-479 H/1030-1086 M ketika Spanyol sudah terpecah karena banyak sekali negara kecil bermunculan, tidak kurang dari dua puluh yang disebut Imarah. Negara-negara kecil itu ialah Asyibiliyah , Jilan , Syarkustan, al- Sagr, Taitatullah, Garnadah, Qarmunah, al-Jaziratul Khudra, Marsiah, Balamsiah, Turtustiyah, Laridah, Bajah, al-Mariah, Malaghah, Batalyus, Lisbonah, Qurtubah, Sabtar dan Jazair al-Hajr. Pemerintahannya di bawah raja-raja (al-Muluk al-Thawaif), yang berpusafat di Seville, Toledo, Cordova, dan sebagainya.
Pada periode ini umat Islam Spanyol memasuki pertikaian internal, ironisnya kalau terjadi perperangan saudara antara pihak-pihak yang bertikai mereka meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Kelemahan dan kekacauan menimpa islam, dimanfaatkan oleh orang-orang Kristen untuk mengambil inisiatif penyerangan. Kehidupan intelektual terus berkembang, istana-istana terus mendorong pasca sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain. Persaingan dan perebutan kekuasaan antara kerajaan-kerajaan Islam dan juga Kristen, merubah kerajaan yang tadinya dua puluh menjadi lima kerajaan , karena yang lemah dan tidak mampu mempertahankan diri dikuasai yang lebih kuat, kerajaan-kerajaan itu ialah:
- Kerajaan Zaragoza dipimpin raja Ibn Hud
- Kerajaan Toledo dipimpin Ibn Zun-Nun
- Kerajaan Seville dipimpin raja Ibn Ibad
- Kerajaan Bodays dipimpin raja Ibn Ifthis
- Kerajaan Cardova dipimpin raja Ibn Jahur
Perpecahan dalam beberapa negara kecil terus berkembang di Spanyol tahun 479-646H/1086-1248M. Tetapi masih ada satu yaitu Dinasti Murabitun (479-538H/1086-1143M), kemudian dilanjutkan dinasti Muwahidun (541-633H/1146-1235M). Kerajan Murabitun merupakan suatu gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Tasyfin di Afrika Utara. Ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy pada tahun (454 H/1062 M). Ia datang ke Spanyol pada tahun 479 H-1086 M, atas undangan penguasa-penguasa negeri-negeri islam yang terlibat perang saudara dan untuk mempertahankan kerajaan dari serangan orang Kristen. Yusuf berhasil mengalahkan pasukan Castilla. Ia berhasil menguasai Spanyol karena perpecahan raja-raja muslim. Pada tahun 358H-1134M, kerajaan Murabitun berakhir baik di Afrika Utara maupun di spanyol di gantikam kerjaan Muwahidun, Zarogosa jatuh ke tangan kristen pada tahun 512H/1118M pada masa dinasti Murabitun.
Dinasti Muwahidun didirikan oleh Muhammad Ibn Tumart yang berpusat di Afrika Utara. Dinasti ini memasuki Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mu’in. Kota Cardova , Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya antar tahun 508-509 H/1114-1115 M. Dalam beberapa dekade dinasti ini mengalami kemajuan dan kekuatan Kristen dapat di pukul mundur. Akan tetapi pada tahun 609 H/1212 M, tentara Kristen yang terus menerus mengadakan perlawanan berhasil memperoleh kemenangan besar di Navas de Tolesa. Kekalahan terus menimpa dinasti Muwahidun, menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 633H/1235M. Spanyol pun terpecah dibawah penguasa-penguasa kecil. Pada tahun 636H/1238M, Cardova ke tangan penguasa Kristen kemudian menyusul Seville tahun 646H/1248M. Semenjak itu seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
Pada periode terakhir 646-898 M/1248 -1492 M Islam hanya berkuasa di Granada di bawah dinasti Ahmar (639-898H/1223-1492M. Secara politik kerajaan ini hanya menguasai wilayah kecil. Namun dinasti ini lah penguasa Islam yang berkuasa di Spanyol, dan berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah yang tidak senang terhadap ayah nya karena menunujuk anaknya yang lain (saudara Abdullah) sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merebut kekuasaan. Dalam pemberontakan itu ayahnya mati terbunuh, dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Karena tidak merasa puas, Abu Abdullah meminta bantuan kepada raja Fedinan dan Isabella. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan dan menjatuhkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Ferdinand dan Isabella tidak merasa puas sebelum mereka merebut kekuasaan Islam di Spanyol. Akhirnya Abdullah pun tidak mampu bertahan dari serangan -serangan Kristen dan mengaku kalah, dan kemudian ia hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuatan islam di spanyol pada tahun 898 H/1492 M. Umat islam setelah itu dihadapkan dua pilihan, masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol pada tahun 1018 H/1609 M, boleh tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[22]
- D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Dapat kita bagi pada dua bagian faktor yang menyebabkan kemunduran bahkan kehancuran Spanyol Islam, yaitu:
- 1. Faktor Internal
- Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang menyebabkan munculnya perebutan kekuasaan diantara ahli waris kerajaan.
- Lemahnya figur dan karismatik yang dimiliki khalifah, khususnya sesudah khalifah Al-Hakam II.
- Terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam.
- Tatkala umat Islam menguasai Andalusia, kebijakan para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna.
- Kesulitan ekonomi.
- Munculnya Muluk Thawaif.
- 2. Faktor Eksternal
- Keterpencilan spanyol islam begitu jauh dari pemerintah islam, di Damaskus, bantuan hanya di dapat dari Afrika Utara. Ia selalu berjuang sendirian dan bagiakan dunia terpencil dari dunia islam lainnya.[23]
- E. PENGARUHNYA TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
- 1. Dalam Bidang Intelektual
Kemunduran dalam bidang intelektual ditandai dengan ketidakmam-puan umat Islam untuk mempergunakan akalnya dalam menegmbangkan ilmu-ilmu keislaman.
ketidakmampuan intelektual tersebut, terlihat dari pernyataan, bahwa “pintu ijtihad telah tertutup”, dan muncul semboyan ad dunya sijnul mu’minin wa jannatu kafir”; artinya “Dunia adalah penjara bagi kaum muslimin dan surga bagi kaum kafir” semboyan tersebut sangat populer ditengah-tengah masyarakat Islam. Akibatnya terjadilah kebekuan intelektual secara total.[24]
- 2. Dalam Bidang Akidah dan Ibadah
Dalam bidang akidah, perbuatan syirik dan khurafat sudah membudaya, sedangkan dalam bidang ibadah adalah dengan masuknya hal-hal yang bersifat bid’ah ke dalam pengamalan ibadah.
Guru-guru, pemimpin-pemimpin rohani dikultuskan[25] dan dijadikn perantara antara hamba dengan Allah. Kuburan dan barang-barang peninggalan orang tua dikeramatkan. Akibatnya kemerdekaan berfikir, semangat untuk mengembangkan dan memperluas daerah Islam dan mencari kebenaran menjadi merosot, yang tumbuh bahkan jiwa serba turut (taqlid), daya cipta menjadi lumpuh. Yang timbul ialah daya imitasi dan kesendirian berakomodasi dengan situasi dan kondisi.[26]
- 3. Dalam Bidang Hukum
Kemunduran dalam bidang hukum disebabkan tertutupnya pintu ijtihad, maka dalam bidang hukum (fiqh), yang terjadi adalah berkembangnya taklid buta di kalangan umat Islam. Dengan sikap hidup yang fatalistis tersebut, kehidupan mereka sangat statis, tidak ada problem-problem baru dalam bidang fiqh yang mereka selesaikan. Apa yang sudah ada dalam kitab-kitab fiqh lama dianggapnya sebagai suatu ajaran yang benar dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya.
- 4. Dalam Bidang Kurikulum
Kemunduran dalam bidang kurikulum terlihat dari sedikitnya mata pelajaran di lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia Islam. Mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan Islam lebih banyak mata pelajaran agama yang berorientasi kepada kehidupan akhirat seperti fiqh, akhlak, dan tasawuf.
Selanjutnya ilmu-ilmu keislaman yang berorientasi kepada kehidupan dunia, seperti filsafat, ilmu fisika, matematika, biologi, dihilangkan dari kurikulum pendidikan Islam. Bahkan ada lembaga pendidikan Islam yang mengharamkan mempelajari mata pelajaran filsafat.
- 5. Dalam Bidang Karya Ilmiah
Pada masa kemunduran tidak ada lagi buku-buku ilmu keislaman yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Pembelajaran tidak menghasilkan ilmu yang baru tetapi hanya menghasilkan syarah (komentar) bahkan syarah dari syarah (komentar atas komentar).
- 6. Telah Berlebihannya Filsafat Islam (yang bersifat sufistik)
Akibat dari kehancuran dan kemunduran yang dialami oleh umat Islam, terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan material, adalah beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa. Hal ini menimbulkan rasa lemah dari dan putus asa di kalangan masyarakat kaum muslimin. Dalam kondisi seperti ini menyebabkan umat Islam mencari pegangan dan sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka. Paham/aliran Jabariah dalam Islam mendapatkan tempat di hati masyarakat secara luas. Segala sesuatunya telah dikehendaki oleh Allah, sehingga umat Islam yakin benar terhadap paham Jabariah (fatalisme). Rasa frustasi yang merata di kalangan umat, menyebabkan orang berserah diri kepada Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah di Spanyol yang merupakan zaman keemasan Islam telah banyak memberikan pengaruh di semua bidang, termasuk di dunia.
Namun, akibat dari khalifah-khalifah lemah yang menduduki kursi kepemerintahan dan adanya konflik internal dalam keluarga kerajaan membuat dua dinasti ini kian lama kian terpuruk, sehingga banyak serangan dari luar kerajaan. Akibatnya pada zaman kemunduran ini seluruh bidang termasuk pendidikan dalam dinasti ini mengalami kemunduran.
Terutama sekali setelah adanya serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulaghu Khan ke Baghdad dan Raja Ferdinand dan Isabella ke Cordova.
Setelah serangan tersebut kegiatan pendidikan benar-benar mengalami kemunduran yang amat pesat seperti: tidak adanya lagi pemikir-pemikir baru, kurikulum dikurangi, kehidupan bersifat fatalistis (pasrah) dan masih banyak lagi dampak yang ditimbulkan akibat dari hancurnya dua dinasti ini seperti yang telah pemakalah paparkan.
[1] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2011) hal.151-152
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2007), hal. 185
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 1993), hal. 69
[4] Ibid, hal.69
[5] Badri Yatim, op.cit, hal. 82
[6] Ramayulis, op.cit, hal. 152
[7] Badri Yatim, op.cit, hal. 82
[8] Ibid, hal. 82
[9] Hidayat Siregar, Sejarah Peradaban Islam Klasik,(Medan:Cita Pustaka Media Perintis, 2010), hal. 101
[10] Syamsul Nizar, op.cit, hal.185
[11] Hidayat Siregar, op.cit, hal. 102
[12] Persekongkolan atau kerja sama
[13] Hidayat Siregar, op.cit, hal. 102
[14] Syamsul nizar, op.cit. hal 187
[15] Murtad
[16] Syamsul nizar, op.cit, hal.188
[17] Ibid
[18] Ibid, hal. 189
[19] Ibid, hal.174
[20] Ibid, hal.189
[21] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia,2011), hlm. 155
[22] Hasan Asari, Sejarah Peradaban Islam Klasik, (Bandung; Cita Pustaka Media Perintis, 2011), hlm. 118-123
[23] Ramayuli, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia,2011), hlm 156
[24] Ramayulis, op.cit, hal 157
[25] Dihormati, penghormatan secara belebih-lebihan
[26] Ramayulis, op.cit, hal. 158
PSIKOLOGI UMUMPENGERTIAN PSIKOLOGI DAN ALIRAN-ALIRANNYAPengertian psikologiPsikologi berasal dari
PSIKOLOGI UMUM
PENGERTIAN PSIKOLOGI DAN ALIRAN-ALIRANNYA
- Pengertian psikologi
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi artinya Ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut Ilmu Jiwa.[1]
Dahulu psikologi oleh ilmu pengetahuan diartikan tentang jiwa manusia. Ternyata arti ini dilihat dari segi ilmu pengetahuan diartikan tentang jiwa manusia. Ternyata arti ini dilihat dari segi ilmu pengetahuan kurang tepat, disebabkan karena “jiwa” itu secara ilmiah merupakan sesuatu yang tidak dapat diteropong, tidak dapat diamati. Karena yang dipelajari oleh psikologi adalah perilaku manusia.[2]
Psikologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai manifestasi kehidupan jiwa dalam interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku dalam pengertian yang luas sebagai manifestasi hidup yaitu mencakup tingkah laku: motoris, kognitif, konatif, dan afektif serta mencakup tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.[3]
Yang dimaksud dengan tingkah laku motoris ialah tingkah laku yang berbentuk gerakan-gerakan seperti berjalan, berlari, duduk mengangguk, berbicara, gerakan ini disadari ataupun tidak disadari, hal ini merupakan kegiatan urat syaraf yang berhubungan sangat erat dengan adanya suatu kegiatan gerak phisik seseorang untuk mencapai keterampilan.
Yang dimaksud dengan tingkah laku kognitif ialah tingkah laku yang berupaya mengenali lingkungan seperti seseorang mempelajari lingkungannya, melakukan observasi, mengintai, dan mengasosiasikan sesuatu yang dilihatnya kepada pengamatan yang telah dijumpainya.
Yang dimaksud dengan tingkah laku konatif ialah kegiatan-kegiatan yang berupa dorongan-dorongan yang ada dalam diri individu sehingga ia bertingkah laku lebih giat dari sebelumnya dan dapat menimbulkan keinginan,kemauan, hasrat, dan kehendak.
Yang dimaksud dengan tingkah laku afektif adalah kegiatan yang dipengaruhi oleh emosi atau perasaan seperti rasa senang, rasa benci, cemburu dan rasa bahagia.[4]
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah (organic behavior), yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Misalnya: insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.[5]
Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan.[6]
Psikologi secara umum dapat didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme, dan lingkungan eksternal.[7]
Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda, maka definisi yang dikemukakan juga berbeda-beda.
- Dr. Singgih Dirgagunarsa:
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia,
- John Broadus Watson, Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (feeling) dan kehendak.
- Woodworth dan Marquis
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktifitas individu dari sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Jadi, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingungannya.[8]
- Aliran-Aliran dalam Psikologi
- Strukturalisme
Strukturalisme merupakan aliran yang pertama dalam psikologi, karena pertama kali dikemukakan oleh Wundt setelah ia melakukan eksperimen-eksperimennya di laboratoriumnya di Leipzig.
Wundt dan pengikut-pengikutnya disebut strukturalis karena mereka berpendapat bahwa pengalaman mental yang kompleks itu sebenarnya adalah “struktur” yang terdiri atas keadaan-keadaan mental yang sederhana, seperti halnya persenyawaan-persenyawaan kimiawi yang tersusun dari unsur-unsur kimiawi.
Seperti tercermin dalam namanya, aliran ini berpendapat bahwa untuk mempelajari gejala kejiwaan, kita harus mempelajari isi dan struktur kejiwaan.
Kaum strukturalis, menggunakan metode introspeksi atau mawas diri, yaitu orang yang menjalani percobaan diminta untuk menceritakan kembali pengalamannya atau perasaannya setelah ia melakukan suatu eksperimen. Misalnya, kepada percobaan ditunjukkan sebuah warna atau bentuk, setelah itu, ia diminta untuk mengatakan apakah bentuk itu indah atau tidak indah, menarik atau tidak menarik, dan sebagainya. Karena metode instrospeksi ini, strukturalisme juga disebut sebagai psikologi introspeksi (instrospective psychology).
Ciri-ciri dari psikologi strukturalisme Wundt adalah penekanannya pada analisis atau proses kesadaran yang dipandang terdiri atas elemen-elemen dasar, serta usahanya menemukan hukum-hukum yang membawahi hubungan antar elemen kesadaran tersebut. Karena pandangannya yang elementalistik, psikologi strukturalisme disebut juga psikologi elementalisme.[9]
- Fungsionalisme
Aliran psikologi ini merupakan reaksi terhadap strukturalisme tentang keadaan men-keadaan mental. Jika para strukturalis bertanya “Apa kesadaran itu?”, para fungsionalis bertanya “Untuk apa kesadaran itu?”. Apa tujuan dan fungsimya? Karena ingin mempelajari cara orang menggunakanm pengalaman mental untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, mereka disebut fungsional.
Drever menyebut fungsionalisme sebagai suatu jenis psikologi yang menggaris bawahi fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan organisme itu, dan bukan menggambarkan atau menganalisis fakta-fakta pengalaman atau kelakuan; atau suatu psikologi yang mendekati masalah pokok dari sudut pandang yang dinamis, bukan dari sudut pandang yang statis.
Fungsionalisme merupakan paham yang tumbuh di Ameriak Serikat dengan sifat-sifat bangsa Amerika yang serba praktis dan pragmatis. Strukturalisme, di lain pihak, tumbuh di Jerman, di tengah-tengah bengsa yang terkenal denga keahliannya dalam berfilsafat dan berteori. Dengan sendirinya, perbedaan latar belakang ini menimbulkan pula berbagai perbedaan antara kedua aliran ini.
Perbedaan pertama, terletak pada cara pendekatannya, strukturalisme mendekati suatu gejala psikis secara struktural; artinya, pengalaman-pengalaman kesadaran dianalisis dalam unsur-unsurnya. Peryanyaan yang timbul dalam menghadapi suatu tingkah laku adalah “ Apa unsur-unsurnya dan bagaimana unsur-unsur ini bergabung?” Fungsionalisme, di lain pihak, mendekati suatu gejala psikis secara fungsional. Pengalaman kesadaran dilihat dalam hubungan dengan fungsinya untuk hidup dan fungsinya untuk menyesuaikan diri, baik secara psikis maupun secara sosial. Pertanyaan yang muncul dalam menghadapi tingkah laku adalah “Mengapa dan buat apa suatu tingkah laku itu diperbuat orang?”.
Perbedaan kedua, adalah strukturalisme memperhatikan isi jiwa seseorang, sedangkan fungsionalisme lebih menitikberatkan aksi dari seseorang.
Perbedaan ketiga, kalau strukturalisme beranggapan bahwa jiwa seseorang merupakan penggabungan berbagai pengalaman kesadaran, fungsionalisme beranggapan bahwa jiwa seseorang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk penyesuaian diri.
- Psikoanalisis
Lahirnya aliran psikoanalisis dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering dianalogikan denga revolusi Convernican dalam natural science; dicaci, ditolak, tapi pada akhirnya diagungkan.
Kritik terhadap Sigmund Freud sebagai “bapak psikoanalisis” lebih didasarkan pada metodenya yang dianggap tidak baku, subjektif, dan jumlah klien sedikit dan semuanya pasien klinis (penderita gangguan jiwa). Para penentang Freud tidak bisa menerima bahwa analisis dari para pasien sakit jiwa dapat digeneralisasikan pada populasi umum.
Di pihak lain, Freud dianggap banyak memberi kontribusi pada perkembangan psikologi, khususnya dalam hal mengembangkan konsep motivasi dari alam ketidak sadaran dan mengarahkan fokus penelitian pada pengaruh pengalaman masa awal kehidupan atau masa anak terhadap perkembangan kepribadian selanjutnya sampai dewasa. Disamping itu, Freud juga merangsang studi intensif tentang emosi, yaitu cinta, takut, cemas, dan seks.
Dalam soal seks, teori Freud yang menyertakan bahwa satu-satunya hal yang mendorong kehidupan manusia adalah dorongan id (libido seksualita), mendapat tantangan keras.
Teori Freud yang banyak menyelidiki sexual instinct manusia merupakan daya tarik, sekaligus sumber kehebohan. Seksualitas, bagi Freud, merupakan daya hidup. Libido, istilah Freud, merupakan Life Instinct yang memberi motivasi manusia untuk makan, minum, beristirahat dan prokreasi.
Psikologi yang berkembang sewaktu Freud mencuatkan teorinya banyak memfokuskan perhatian pada “kesadaran” manusia. Tak pelak, “ketidak sadaran sebagai aspek psikis terpenting. Freud berkeyakinan bahwa perilaku dan kepribadian manusia banyak dipengaruhi oleh ketidaksadaran.
Singkatnya aliran ini mengatakan bahwa perilaku didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku tidak disadari.
- Behaviorisme (kelakuan)
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burhus Frederic Skinner.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme ( yang menganalisis jiwa manusia beradasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis ( yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya.
Jadi, kaum behaviorisme berpendapat bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. [10]
[1] Abu Ahmadi,Psikologi Umum,(Jakarta:PT Rineka Cipta,2003),hal.1
[2] Soesanto kartoatmojo,Parapsikologi,(Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,1995), hal. 11
[3] Akyas Azhari, Psikologi Pendidikan,(Jakarta:Dina Utama Semarang,1995), hal. 7-8
[4] Ibid,hal.9
[5] Abu Ahmadi,Psikologi Umum,(Jakarta:PT Rineka Cipta,2003),hal.1
[6] Ibid,hal.1
[7] Carol Wade dan Carol Travis, Psikologi,(Jakarta:Erlangga,2007), hal. 3
[8] Abu Ahmadi,Psikologi Umum,(Jakarta:PT Rineka Cipta,2003),hal.5
[9] Alex Sobur, psikologi Umum, (Bandung:Pustaka Setia,2003),hal.104-105
[10] Ibid, hal.103-121
Recent Comments